Oleh: H.Muhammad TWH, Ketua Museum Perjuangan Pers Sumut
Medan, PRESISI-NEWS
Kendatipun Kemerdekaan RI sudah lebih 70 tahun, namun masih ada pertanyaan yang sampai ke Museum Perjuangan Pers. Pertanyaan tersebut adalah kenapa Radio Domei Jepang yang lebih dahulu menyiarkan berita proklamasi.
Pertanyaan itu juga dijawab oleh Adam Malik melalui buku yang ditulisnya berjudul “Mengabdi Republik”. Dalam buku tersebut Adam Malik menjelaskan bahwa tahun 1937, Adam Malik bersama beberapa temannya mendirikan Kantor Berita “Antara”.
Maksud mendirikan Kantor Berita Antara adalah untuk menyaingi Kantor Berita Belanda “Aneta” yang selalu menyudutkan kegiatan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Setelah Jepang menguasai Indonesia demi kepentingan politik, Kantor Berita Antara menjadi seksi Kantor Berita Jepang “Domei”.
Menjelang Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Adam Malik menysusun strategi bagaimana supaya berita proklamasi kemerdekaan bisa tersiar luas, padahal RRI sedang dijaga ketat oleh tentara Jepang. Adam Malik menugaskan Panghulu Lubis untuk bertugas di Kantor Radio Jepang “Domei”.
Begitu siap Bung Karno mengumumkan teks proklamasi, melalui seorang kurir Adam Malik mengirim teks Proklamasi kepada Panghulu Lubis yang telah Stand by di Kantor Radio Jepang Domei. Strategi yang diatur Adam Malik terlaksana dengan baik.
Pemancar Radio Jepang yang daya jangkaunya cukup kuat tidak heran dengan adanya siaran dari Radio Jepang Domei menyebabkan timbul kegemparan dan kegembiraan karena proklamasi kemerdekaan.
Mulanya pihak Jepang yang waktu masih berkuasa bermaksud hendak membantah berita proklamasi itu, tetapi tidak jadi karena siarannya cukup luas. Malamnya pemancar PTT yang ada di Bandung juga menyiarkan proklamasi dalam bahasa Inggris, maka proklamasi kemerdekaan telah di dengar diberbagai negara di dunia.
Partai dan Koran Senjata Melawan Penjajah
Perlawanan yang dilakukan oleh koran bersifat tidak langsung untuk menghindari jebakan hukum. Pada tanggal 7 September 1931, oleh Gubernur Jenderal mengeluarkan ordenansi yang memberi hak untuk melarang terbit surat kabar.
Bagi orang di masa itu menghantam penjajah secara tidak langsung diantaranya adalah “pukul anak sindir menantu”, artinya pukulan tak langsung yang tidak bisa terkena jebakan hukum oleh penjajah.