Medan, PRESISI-NEWS.com
Empat anak yatim piatu dari Almarhum Sumarno seperti tersentak dari tidurnya. Karena harta peninggalan tanah, rumah dan deposito yang merupakan hak mereka diduga sudah diobok-obok dari keharusan oleh seorang isteri siri bernama BR. Bahkan dalam deposito yang diduga sudah ada sebelum BR kawin siri dengan Sumarno, BR mematok bagian sebesar Rp.80 juta dari jumlah Rp.180 juta. Empat ahli waris Almarhum Sumarno adalah Mulyo Widodo, Seswo Wahono, Afdi Sahputra dan Adi Iswanto.
Kini, ahli waris Almarhum Sumarno bersama Pendampingnya, Ahmad Adha dari Humas Badan Penelitian Aset Negara Lembaga Aliansi Indonesia ( BPAN LAI) Sumut sejak beberapa hari lalu sudah menjelajahi beberapa Kantor Urusan Agama (KUA) Labuhan Deli Pematang Johar Kabupaten Deli Serdang, Medan Deli dan Medan Sunggal yang berkaitan dengan tali perkawinan isteri sambung, BR dan isteri pertamanya, Nilawati.
Adha sebagai pendamping advokasi non litigasi anak-anak almarhum Sumarno kepada wartawan di Medan, Selasa (01/08/2023) menyatakan, bahwa mereka datang ke Kantor KUA Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang pada Senin (31/07/2023) dan bertemu dengan Kepala KUA Labuhan Deli yang saat ini menjabat Zainal.
Menurut Seswo Wahono yang merupakan salah satu anak almarhum langsung menanyakan perihal adanya penerbitan surat buku nikah Bayu dan ayahnya kepada Kepala KUA, yang sesuai fakta dan kenyataan anak- anak ketahui bahwa ibu kandung mereka almarhum Nilawati belum pernah menggugat cerai atau tergugat cerai dan belum pernah ada putusan akta cerai dari pengadilan Agama Medan.
“Jadi, sangat tidak sesuai apa yang terjadi kenapa BR bisa tercatat sebagai istri didalam buku nikah yang tebit dari KUA Labuhan Deli,”kata Seswo,
Pada kesempatan itu, Kepala KUA Labuhan Deli, Zainal mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya penerbitan buku tersebut, dan tidak pernah kenal dengan orang yang dimaksud. Sebab dirinya belum lama tugas di kantor KUA Labuhan Deli ini. Untuk berkas dan keperluan yang diminta anak almarhum di KUA melalui Zainal itupun tidak bisa dibuktikan baik itu akta cerai atau akta meninggalnya Nilawati ibu kandung mereka.
Zainal juga menyarankan agar pihak yang berkepentingan coba untuk bertemu Kepada yang menandatangani langsung, KUA Labuhan Deli, Pahrim Siregar yang kini bertugas di Medan Deli, mungkin dapat diperoleh keterangan atau apa yang ingin dipertanyakan.
BUANG BADAN
Pada Selasa (01/8/2023), Kepala KUA Medan Deli, Pahrim Siregar yang pernah bertugas di KUA Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang, sepertinya buang badan saat Seswo Wahono menanyakan apakah terbitnya buku nikah ayahnya (almarhum Sumarno) dengan BR sudah sesuai prosedur, sementara surat cerai dari isteri pertama tidak ada. Ini artinya kan sama seperti nikah di bawah tangan.
Pahrim waktu itu langsung menyebutkan bahwa hal itu tanpa sepengetahuan dia sebab dia hanya menerima berkas tersebut dari staf KUA Labuhan Deli dan ia menandatanganinya saja.
“Harusnya itu tidak lagi menjadi wewenang saya perihal berkas dan surat-surat ayah kalian. Karena saya sudah lama meninggalkan kantor KUA tersebut (Labuhan Deli). Tanyakan saja kepada Kepala KUA Labuhan Deli yang saat ini menjabat disana,” tandas Pahrim Siregar.
Anak Almarhum Sumarno hanya berharap apa yang bisa menjadi bukti untuk di bawa kalau benar BR dan ayah kami nikah secara sah di mata hukum Islam dan hukum Negara.
Karena selama hidupnya, ibu kandung kami, Nilawati tidak pernah terjadi perceraian di pengadilan agama. Ibu di usir pergi pada tahun 2007 dan BR masuk kerumah kami pada tahun 2008.
Mungkin karena didera tekanan batin, ibu kami akhinrya meninggal dunia pada tahun 2012 di Pelalawan Provinsi Riau.
“Jadi kami kan punya hak mengetahui legalitas pernikahan mereka berdua (Alm.Sumarno dan BR) Ustadz,” ujar Seswo di ruangan kerja Pahrim Siregar Selasa (01/08/2023).
Namun, Kamis siang, (03/08/2023), ketika Seswo dan Adha menanyakan legalitas perceraian antara Almarhum Sumarno dan BR dan kenapa buku nikah keduanya diterbitkan, Pahrim tetap bersikukuh bahwa hal itu bukan wewenangnya lagi.
Sementara itu salah seorang pejabat tinggi yang membidangi masalah perkawinan di Kanwil Kemenang Sumut menyebutkan, kalaulah terjadi pernikahan tanpa bukti yang kuat, maka dianggap perempuan yang menikah dengan laki -laki tidak legal dan lemah di mata hukum, apalagi suami merupakan ASN, atau pejabat BUMN maupun sipil, ujar salah satu pejabat kanwil kementerian agama sumut.
“Bahkan apabila pihak KUA yang mampu mengeluarkan buku nikah tanpa prosedur yang wajib dipenuhi, itu namanya sudah mencederai peraturan yang berlaku. Jadi masalah pernikahan semasa hidup Sumarno dengan BR, itu harus diusut dengan tuntas. Agar masalahnya jadi terang benderang,” katanya tanpa ingin disebut namanya.
Begitu juga dengan perempuan yang merupakan isteri kedua haruslah tahu diri. Karena ada juga hak isteri pertama yang legal dan belum pernah ada perceraian dari pengadilan agama.
Ia juga mengakui bahwa banyak kasus seperti ini terjadi ketika meninggal seorang laki-laki memiliki isteri kedua di Sumut. Ini tidak lepas peran serta pajabat, staf di KUA-KUA di Sumut.
Pejabat di Kanwil Kemenag Sumut itupun memaparkan apabila ada ahli waris dari anak almarhum ayah mereka itu dibagi sesuai hukum Faroid Syariat Islam, apalagi kasusnya ahli waris yang tercantum dan hidup dari pada kasus yang kalian diskusikan ada istri kedua maka bagiannya sudah cukup 1/8 karena itulah yang pantas dan wajar,” pesannya..
Seswo yang merupakan anak kedua almarhum Sumarno dengan tegas mengatakan bahwa mereka membagi 1/8 bagian untuk BR. Sesuai informasi dari keluarga besar Almarhum Sumarno dan warga sekitar disebutkan bahwa perceraian antar almarhum Sumarno dan Almarhumah Nilawati (isteri pertama) tidak ada.
Seswo juga mempertanyakan adanya kejanggalan buku nikah yang terbit di KUA Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009. Sedangkan mereka menikah di sekitaran daerah 50, Kisaran tahun 2008.
Di sisi lain, juga tidak bisa diabaikan bahwa besar bagian Hak Waris Istri Kedua Menurut KUH Perdata pada prinsipnya, bagian istri yang ditinggal mati disamakan dengan seorang anak sah.
Namun, dalam hal perkawinan tersebut merupakan perkawinan kedua atau selanjutnya dan dari perkawinan sebelumnya ada anak atau keturunan dari anak tersebut, maka isteri kedua tidak boleh mewarisi lebih dari bagian terkecil yang diterima salah seorang dari anak-anak itu atau keturunan penggantinya dan bagian warisan isteri kedua tidak boleh lebih dari 1/4 harta peninggalan pewaris.
Selain itu, dalam hal pewaris meninggalkan wasiat bagi istri kedua, maka jumlah yang diberikan tersebut tidak boleh melebihi bagian waris terbesar yang boleh diterima istri. (tim presisi-news.com)
Baca Juga: