“Itu makanya, banyak warga dari daerah yang penduduknya sedikit pulang kampung setiap Pemilu berlangsung, karena nilai satu suara sangat berharaga sekali disana” ungkap beberapa warga di Medan tanpa ingin disebut namanya pada Pelita Rakyat.
Dan umumnya, caleg melalui Tim Sukses (TS) partai atau TS bayangan di setiap Kepala Lingkungan (Kepling) yang memberikan uang berlebih itulah yang akhirnya memperoleh suara terbanyak dan lolos menjadi anggota dewan terpilih.
Inilah gambaran tren di tengah masyarakat pada Pemilu Legislatif, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota pada pesta demokrasi lima tahunan di Pemilu 2024 lalu.
Sementara itu Anggota Fraksi PKS DPR RI, H. Hidayatullah, S.E di Medan juga mengakui adanya fenomena serangan pajar pada Pemilu 2024 dan bisa membuat masyarakat lupa terhadap perjalanan demokrasi di Indonesia.
“Itu penyebabnya banyak faktor,salah satu tingkat ekonomi masyarakat yang hingga kini sangat jauh dari harapan dan tingkat kecerdasan masyarakat juga belum menggembirakan,” kata mantan Ketua Fraksi PKS di DPRD Sumut beberapa waktu lalu.
Disebutkan, akibat adanya SP, rakyat tetap saja harus menanggung konsekwensinya selama lima tahun berjalan. Selain itu warga juga tidak bisa menuntut caleg yang sudah terpilih untuk memenuhi aspirasi warga ke depan, baik aspirasi pembangunan pendidikan, kesehatan maupun lainnya. Karena apa?.Yah, jawabannya mungkin sederhana saja, mereka sudah bayar suara kepada warga.
Saat disinggung kenapa Hidayatullah tidak mengikuti tren SP yang waktu itu sedang berkembang. “Kalau saya ikut tren SP tersebut, berarti saya sama saja seperti mereka. Menghalallkan segala cara untuk memperoleh kemenangaan,” kata Hidayatullah belum lama ini.
Menurut dia, tak duduk kembali di kursi parlemen tidak menjadi masalah bagi Hidayatullah. Yang penting ia tetap komitmen, berjalan di atas roda demokrasi yang sesungguhnya.
“Saya bukan tidak bisa mengikuti tren SP tersebut, tapi saya tidak mau begitu. Ini juga yang saya bilang kepada saksi-saksi PKS di Pemilu 2024 lalu,” katanya.
Hidayatullah juga yakin dan berharap suatu saat masyarakat akan menetapkan pendiriannya tentang bagaimana arti sebenarnya demokrasi itu. “Dan itu juga bisa digapai bila tingkat ekonomi dan kecerdasan masyarakat sudah meningkat ke depan,” katanya.
Seperti diketahui, tidak sedikit calon parlemen di DPR RI yang dari awal sudah menyiapkan dana SP mulai Rp.20-30 miliar agar bisa lolos menjadi anggota dewan di Senayan. “Saya tak mau seperti itu,” tandasnya. (de)