Surabaya, PRESISI-NEWS
Kepala Divisi Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo meminta Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) di seluruh jajaran Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tidak bergaya seperti manajer sebuah perusahaan. Hal itu disampaikan Sambo dalam rangka rapat kerja teknis (Rakernis) Korlantas Tahun 2022 di Polda Jawa Timur, secara fisik maupun daring yang dihadiri Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) 34 Polda jajaran. Rakernis kali ini bertemakan ‘Revitalisasi Fungsi Lalu Lintas Guna Mewujudkan Polri Yang Presisi Dalam Rangka Menyukseskan Pembangunan Nasional’.
“Kasat lantas jangan berfikir menjadi manajer tingkat atas,” ungkap Sambo dengan tegas, pada Sabtu, (26/03/2022) di Surabaya, Jawa Timur.
Menurut Sambo, ditemukan bentuk pelanggaran pada fungsi lalu lintas itu karena etika pelayanan yang belum dipahami semua oleh anggota. Kemudian, arogansi kewenangan di mana anggota menggelar razia tanpa dilengkapi surat perintah. Anggota juga, masih sering melakukan penyalahgunaan wewenang dengan melakukan pemerasan dan pungutan liar (pungli) kepada pelaku pelanggar lalu lintas. Terakhir, perkembangan penyelidikan kecelakaan lalu lintas yang tidak transparan.
“Maka dari itu, perlu ada struktur baru yaitu Kabag Propam pada fungsi Lantas yang memiliki fungsi pengawasan kepada anggota lantas,” ucapnya.
Saat ini, lanjut Sambo, Kapolri Jenderal Listyo Sigit masih memproses untuk ditandatangani Peraturan Kapolri (Perkap) tentang pengawasan melekat (Waskat). Sambo menegaskan atasan atau pimpinan dua tingkat bisa dikenakan sanksi jika ada anggota yang melakukan pelanggaran. Jika Perkap pengawasan melekat sudah ditandatangani Bapak Kapolri, satu dan dua tingkat di atas akan dimintakan pertanggung jawaban, Maka, terkait dengan itu, ia memerintahkan setiap manajer harus mempunyai tiga macam keterampilan meski dengan penekanan berbeda-beda, yakni keterampilan konseptual, keterampilan kemanusiaan dan keterampilan operasional atau teknis. Kasat Lantas harus turun lapangan, lakukan Waskat (pengawasan melekat) kepada anggota yang bertugas.
Tak hanya itu, Sambo mengingatkan ketidakpastian tantangan tugas ke depan di tengah era digital disruption. Hal itu bisa memaksa anggota untuk melakukan percepatan perubahan kultur. Dengan kata lain, Satker Lantas harus dijadikan tantangan sebagai peluang untuk berinovasi dan bukan menjadi peluang mendapat keuntungan.
“Selain itu, jangan jadikan Satuan Kerja Lalu Lintas sebagai tempat singgah. Tetapi, jadikan tempat pengabdian dan mempunyai legacy, kepada seluruh Anggota Lalu Lintas untuk mengerti dan memahami perkembangan teknologi mengingat saat ini sudah era digital disruption dan society 5.0,”pungkas Sambo. (Budi/doddy)