Yang tak kalah pentingnya, ujar Salfimi Umar, masyarakat juga diminta mengawasi perjalanan proses penghitungan suara Pilpres dan Pileg di KPU dan Bawaslu baik di tingkat kelurahan, kecamatan maupun kabupaten/kota. Karena bukan tidak mungkin akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama.

“Terkhusus pada penghitungan suara Pileg, ini harus benar-benar diawasi. Jangan sampai terjadi adanya dugaan penggelembungan dan pengalihan suara dan lainnya yang dapat merugikan calon legislatif, satu sama lainnya, terlebih sesama satu partai,” katanya.
Salfimi juga mengakui bahwa pada Pemilu sebelumnya, ada caleg di kabupaten/kota untuk pemilihan tingkat provinsi, terjadi hal yang tidak diinginkan bersama, dimana hasil perolehan salah satu caleg menang di tingkat kabupaten/kota. Namun ternyata dalam penghitungan di tingkat provinsi caleg tersebut yang masih satu partai, itu kalah. Sehingga kasus ini melebar dan meruncing.
Namun pada akhirnya diketahui bahwa dua caleg di partai yang sama itu menjalani sebagai wakil rakyat di DPRD Sumut dibagi dua, yakni 2,5 tahun untuk caleg A dan 2,5 tahun lagi untuk caleg B.
Baca Juga:
“Jadi kita tidak ingin, masalah tersebut terjadi lagi. Makanya, penghitungan suara di tingkat kabupaten/kota, pengawasannya harus lebih ketat. Karena potensi dugaan kecurangan itu sangat tinggi. Apalagi beberapa bulan lalu, ada komisioner Bawaslu dan KPU di kabupaten/kota tertangkap Operasi Tangkap Tangan (OTT) Polda Sumut terkait perjalanan menuju kursi parlemen di tahun 2024 ini,” ucapnya.
Saat disinggung tentang dugaan jual beli suara terhadap caleg yang kalah kepada caleg lainnya baik partai lain maupun sesama partai, apakah dibenarkan dalam UU Pemilu, Salfimi Umar menyatakan, bahwa jika tidak salah, hal itu tidak diperbolehkan.
“Namun lebih jelasnya tanyakan saja kapada komisioner KPU dan Bawaslu,” pungkasnya. (bar/de).