“Sedangkan jumlah investor terbanyak terdapat pada reksadana yang juga memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu 57,08% yoy diikuti dengan saham dan surat berharga negara, “ucapnya.
Ia mengakui bahwa euforia investasi saham di Sumut mencapai puncaknya pada Januari 2021, terlihat dari nilai transaksi bulanan yang semakin meningkat hingga mencapai Rp.42,41 triliun. Setelah itu, hingga Mei 2021, transaksi saham bergerak menurun dan akhirnya bergerak stabil hingga fase recovery di tahun 2022.
Disebutkan, di bulan Agustus 2022 tercatat jumlah transaksi bulanan sebesar Rp 13,82 triliun. Sementara untuk rata-rata transaksi saham tahun 2022 mencapai Rp 12,82 triliun. Angka ini meningkat 141,43% dibanding tahun 2019 atau periode pra pandemi. Terlihat bahwa peningkatan transaksi saham sudah terjadi secara konsisten, bukan hanya euforia sesaat. Hal ini juga mengindikasikan bahwa masyarakat Sumut telah menjadi lebih terliterasi akan pasar modal dan investasi saham.
Lebih jauh Yusuf Ansori menyebutkan, selain dari sisi investor bilang Yusuf Ansori, OJK juga mendukung perkembangan emiten dengan senantiasa mendorong perusahaan untuk melakukan IPO. Hingga kini terdapat 11 emiten di Sumut dengan penambahan di tahun 2022 sebanyak 2 emiten yaitu di bulan April dan bulan Agustus 2022.
Ia juga menyebutkan tujuan BIK 2022 diantaranya meningkatkan pemahaman dan awareness masyarakat terhadap produk dan/atau layanan jasa keuangan dan mempublikasikan dan mengoptimalkan program-program inklusi keuangan antara lain simpanan pelajar (SimPel/SimPel iB),
Simpanan Mahasiswa dan Pemuda(SiMuda) Gen2, Satu Rekeing Satu Pelajar (KEJAR), Layanan Keuangan Tanpa Kantor Dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai), Securities Crowdfunding (SCF), Peer to Peer Lending (P2P) Asuransi Mikro,Reksa Dana Mikro Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K?PMR) dan Kredit Ultra Mikro. (abis/r)